6 Hal yang Boruto Lakukan Lebih Baik dari Naruto

Siapa sangka, anime yang sering jadi bahan olok-olok netizen ternyata punya keunggulan yang gak bisa diremehkan? Yes, Boruto: Naruto Next Generations mungkin nggak seterkenal atau seheboh Naruto Shippuden dalam hal hype, tapi jangan salah—dalam beberapa aspek, Boruto justru lebih unggul dibanding anime bapaknya sendiri.

Yuk kita bahas 6 hal yang diam-diam Boruto lakuin lebih baik daripada Naruto. Siapin mie instan dan mindset terbuka ya, bestie!

1. Animasi yang Bikin Mikir Ini Movie, Bukan Episode Biasa

Kalau ngomongin animasi, Boruto udah kayak anak hasil kolaborasi Pixar sama Studio Bones. Dibantu teknologi animasi digital modern dan tim animator global, Boruto menyajikan kualitas visual yang jauh lebih stabil dan tajam ketimbang Naruto.

Contohnya? Episode 65 yang legendaris itu, waktu Boruto, Naruto, dan Sasuke lawan Momoshiki. Itu scene bener-bener gila sih—bukan cuma dari segi animasi, tapi juga koreografi pertarungan dan ekspresi emosional karakter.

Bahkan pertarungan Naruto vs Isshiki dan Kawaki vs Garo juga tampil konsisten, dengan animasi yang mulus dan impactful. Kalau Naruto dulu sempat dikritik karena kualitas animasinya naik-turun (terutama pas episode filler), Boruto lebih konsisten karena udah nggak kejar tayang banget.

"Momoshiki fight? Cinematic vibes. Naruto vs Pain? Nanggung, bro…"

2. Dunia Ninja yang Lebih Relevan dan Modern

Naruto dulu nuansa feodalnya kental banget—pake sandal bakiak, atap rumah segitiga, dan surat nyasar. Di Boruto? Welcome to the 21st century, ninja!

Konoha sekarang udah kayak kota metaverse: ada kereta Thunder Train, gedung tinggi, koneksi internet, sampai toko ramen yang bisa pesen lewat QR code (nggak deng, yang ini ngarang).

Perubahan ini nggak cuma sekadar kosmetik. Teknologi memengaruhi cara kerja ninja, misi, dan bahkan nilai-nilai mereka. Dunia terasa lebih realistis dan nyambung sama kita yang hidup di era digital.

Bahkan ada Shinobi Union, kayak PBB versi ninja. Diplomasi makin penting, dan konflik jadi lebih politis daripada cuma dendam klan doang.

3. Scientific Ninja Tools: Antara Cheat dan Inovasi

Di dunia Boruto, ninja gak cuma ngandelin jutsu atau latihan keras. Mereka juga punya akses ke teknologi canggih kayak Kote (senjata tembak jutsu), chakra blade, bahkan cyborg!

Awalnya, tools ini dikritik karena dianggap ‘jalan pintas’. Tapi sebenarnya, mereka ngasih pertanyaan filosofis yang dalem banget: Apakah kekuatan itu hasil dari kerja keras, atau boleh juga pake inovasi?

Boruto sendiri sempat ketahuan pakai Kote pas ujian Chunin, dan itu jadi turning point penting buat karakter development dia. Bahkan Sasuke bilang, alat-alat ini nggak salah, semua tergantung penggunaannya.

"Kote bukan cheat—itu cuma tools. Yang salah itu niat lo pake tools-nya."

4. Cewek di Boruto Lebih dari Sekadar Pelengkap

Satu kritik utama Naruto dulu adalah soal karakter cewek yang sering jadi "pajangan". Tapi Boruto? Not anymore.

Sarada Uchiha contohnya—ambisinya jadi Hokage, bukan karena cowok atau rivalitas. Dia cerdas, tegas, dan punya kontribusi nyata dalam pertarungan. Contoh paling mantap waktu dia ngalahin Boro bareng tim 7.

Chocho juga punya arc soal penerimaan diri yang relatable banget, dan berhasil unlock Butterfly Mode tanpa harus trauma dulu. Gak perlu “mati suri” atau “dikhianatin sahabat” dulu biar OP.

Villain ceweknya juga keren. Delta bisa adu jotos sama Naruto, sementara Eida literally bisa ngontrol kehendak orang cuma dengan keberadaannya doang. Serem, Kak!

5. Semua Anggota Tim Punya Peran Penting

Kalau di Naruto banyak karakter yang dilupain (halo Tenten, kabar?), di Boruto tiap karakter dapat panggung.

Team 7 yang baru—Boruto, Sarada, Mitsuki—bener-bener teamwork goals. Mereka punya chemistry, saling ngerti, dan nggak ada yang cuma jadi penonton waktu battle.

Trio Ino-Shika-Cho juga bukan sekadar warisan. Shikadai cerdas kayak bapaknya, Inojin unik karena gabungin seni dan teknik, dan Chocho punya karisma plus kekuatan.

Battle di Boruto seringkali dimenangkan karena strategi bareng, bukan cuma satu orang OP yang dateng dan beresin semua. That’s the power of teamwork, bro!

6. Villain Besar Muncul Sejak Awal, No Warm-up

Naruto dulu butuh waktu lama buat nyampe ke musuh skala planet. Zabuza dan Orochimaru emang keren, tapi musuh sekelas dewa? Nanti-nanti.

Boruto? Langsung tancap gas. Arc awal udah muncul Momoshiki dan Kinshiki—makhluk dari dimensi lain yang literally bisa ngancurin planet. Gila sih, scale-nya beda jauh.

Bahkan musuh-musuh kayak Code, Eida, dan Kawaki ngasih tekanan level tinggi dari awal. Dan hebatnya, mereka bukan cuma kuat, tapi juga punya motif dan filosofi yang dalem.

Otsutsuki yang “mencuri” kekuatan jadi cerminan Boruto yang awalnya ngandelin shortcut. Konflik eksternal nyatu sama konflik internal. Smart writing!

Kesimpulan: Boruto Gak Sempurna, Tapi Layak Dihargai

Boruto bukan sekadar "bayang-bayang Naruto". Meski punya pacing yang kadang slow dan filler yang bisa bikin ketiduran, anime ini tetap berhasil membawa banyak inovasi dan hal segar ke dunia ninja.

Dari visual modern, dunia yang lebih realistis, karakter cewek yang kuat, sampai musuh level dewa sejak episode awal—Boruto punya identitasnya sendiri.

Kalau lo sempat nyinyir atau ngetawain Boruto cuma karena "ah, bukan Naruto", coba kasih dia kesempatan lagi. Siapa tahu lo malah jatuh cinta kayak pas pertama nonton Sasuke ngeluarin Chidori.

Kalau kamu udah nonton Boruto, menurut kamu apa hal terbaik yang paling beda dari Naruto?